Malnutrisi merupakan salah satu masalah utama pada bayi dan balita. Salah satu masalah malnutrisi yang banyak diperbincangkan belakangan ini adalah stunting. Prevalensi stunting secara global masih tergolong tinggi yaitu antara 20% hingga <30%. Berdasarkan Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi stunting pada tahun 2022 berada pada angka 21,6%, artinya satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting.
Stunting adalah perawakan pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO, disebabkan kekurangan gizi kronik yang berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, asupan nutrisi dan kesehatan ibu yang buruk, riwayat sakit berulang, dan praktik pemberian makan yang tidak tepat.
Stunting selalu diawali dengan perlambatan pertambahan berat badan (weight faltering) yang dapat terjadi sejak masa janin dalam kandungan yang terus berlanjut setelah lahir. Weight faltering yang tidak ditangani secara optimal akan memperlambat laju pertumbuhan linier karena tubuh berusaha mempertahankan status gizi, jika terus berlanjut maka terjadilah stunting (malnutrisi kronik)
Stunting merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang menyebabkan asupan gizi yang kurang dan/atau kebutuhan gizi yang meningkat. Anak stunting berisiko mengalami penurunan kekebalan tubuh dan peningkatan risiko infeksi, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Efek jangka panjangnya menyebabkan anak mengalami kegagalan mencapai potensi kognitif dan kemampuan fisiknya, sehingga kelak akan mempengaruhi kapasitas kerja dan status sosial ekonominya. Selain itu, pada anak yang mengalami stunting terjadi penurunan oksidasi lemak sehingga rentan mengalami akumulasi lemak sentral dan resistensi insulin yang mengakibatkan tingginya risiko menderita menyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, serta terganggunya fungsi reproduksi.
Ada 4 faktor langsung yang mempengaruhi terjadinya stunting, yaitu
1. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor ibu yang akan mempengaruhi terjadinya stunting yaitu kekurangan nutrisi saat sebelum hamil, selama kehamilan, dan masa menyusui, ibu yang pendek, adanya infeksi, kehamilan di usia remaja, gangguan kesehatan mental, persalinan prematur, jarak antar kelahiran yang pendek, atau adanya penyakit hipertensi. Sedangkan faktor lingkungan rumah meliputi stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, pola pengsuhan yang buruk, sumber air bersih dan sanitasi yang tidak adekuat, kerawanan pangan, alokasi pangan tidak sesuai, tingkat pendidikan dan kemakmuran yang rendah, ayah yang pendek, ayah dan/ibu yang merokok, serta tingkat hunian yang tinggi.
2. ASI
Praktik pemberian ASI yang tidak adekuat akan mengakibatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi di 6 bulan pertama tidak bisa memenuhi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang optimal. Terlambatnya inisiasi, penghentian ASI terlalu dini, dan tidak memberikan ASI eksklusif tentunya meningkatkan risiko terjadinya stunting
3. MPASI (Makanan Pendamping ASI)
Sejak usia 6 bulan bayi diberi MPASI, namun kualitas makanan yang rendah baik berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman makanan dan sumber protein hewani yang rendah, adanya anti nutrisi, atau mungkin asupan kalori yang rendah. Selain itu, praktik pemberian makan yang tidak sesuai jadwal, frekuensinya kurang, konsistensi tidak sesuai, pemberian makan yang tidak responsif, atau pemberian makan yang tidak adekuat saat anak sakit atau selama masa pemulihan. Yang tak kalah penting juga keamanan pangan dan air, dimana makanan dan air yang terkontaminasi, higienitas yang buruk, serta persiapan dan penyimpanan yang buruk tentunya meningkatkan risiko terjadinya stunting.
4. Infeksi
Berbagai penyakit infeksi dapat terjadi pada anak seperti infeksi enteral (diare, enteropati terkait lingkungan, kecacingan), infeksi saluran napas, malaria, demam. Imunisasi yang tidak lengkap juga berisiko meningkatkan kejadian infeksi. Anak yang mengalami infeksi tentunya mengakibatkan penurunan nafsu makan.
Stunting ditegakkan berdasarkan hasil wawancara, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometrik (berat badan, tinggi/panjang badan, dan lingkar kepala), serta mencari adanya faktor risiko dan red flag pada stunting. Jika dibutuhkan pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain disesuaikan kebutuhan berdasarkan hasil pemeriksaan awal.
Untuk mencegah stunting maka perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan secara berkala di posyandu atau fasilitas kesehatan sehingga jika panjang/tinggi badan anak yang kurang atau kenaikan berat badan tidak sesuai kenaikan berat badan minimal, atau terjadi perlambatan pertumbuhan maka bisa segera mendapatkan penanganan yang tepat. Selain itu, praktik pemberian ASI dan MPASI yang adekuat, pemberian imunisasi lengkap, serta memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat tentunya akan dapat mencegah terjadinya stunting.
Dapatkan sekarang